مرحبا بالإخوة في هذا الموقع المتواضع

مرهبا بالإخوة

Mari berbagi 'Ilmu, saling tanasuh dalam kebaikan, memotivasi untuk beramal dan berda'wah

Laman

Sebuah Keharusan...


Tauhid merupakan suatu pegangan seorang muslim, dengan kata lain ia adalah jalan penentu kehidupan. Jika diibaratkan seorang musafir yang melakukan perjalanan, ia adalah kendaraan yang mengantarkannya ketempat tujuan.

Banyak yang alergi ketika mendengar kata “tauhid”. Seakan-akan kalimat ini hanya milik paten segolongan orang yang merasa paling benar. Karena boleh jadi alasannya, kalimat itulah yang selalu digaungkan oleh orang-orang salafi wahabi, katanya. Sebenarnya mereka hanyalah segelintir orang yang tidak tahu-menahu, atau bisa dibilang sok tahu dan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Tauhid atau dalam bahasa yang sederhana -peng-esa-an kita kepada sang pencipta- adalah barometer penentu selamat atau tidaknya kita ketika berada dipengadilan hari kiamat.

Tidak bisa dielakkan, bahwa tauhid adalah kunci amalan shaleh yang kita kerjakan didunia ini. Hal ini telah Allah jelaskan dalam firman-Nya dan melalui lisan Rosul-Nya.

Setelah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, maka orang yang paling tahu dan jujur dalam bermuamalah dengan firman tuhannya adalah mereka orang-orang pilihan, yang Allah beri keutamaan untuk menemani perjuangan kekasih-Nya yang tercinta. Mereka adalah sahabat Rasulullah Ridhwanullahi ‘alayhim.

Keutamaan mereka tidak pantas untuk dipertanyakan. Banyak atsar/kisah-kisah yang telah sampai ke telinga kita tentang perjuangan mereka mempertahankan keimanan pada masa dimana orang meyakini selainnya. Tidak ketinggalan ayat-ayat yang turun dari langit menjelaskan keutamaan mereka.

Mereka sebagaimana wasiat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam , hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Abu Musa Al-‘Asy’ary :

النجوم أمنة للسماء , فإذا ذهب النجوم أتى أهل السماء ما يوعدون , وأنا أمنة لأصحابي , فإذا ذهبت أنا أتى أصحابي ما يوعدون , وأصحابي أمنة لأمتي , فإذا ذهب أصحابي أتى أمتي ما يوعدون

Sesungguhnya bintang-bintang itu adalah pengaman bagi langit. Jika bintang-bintang itu lenyap, maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas langit. Aku adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku telah pergi maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas sahabatku. Dan sahabatku adalah pengaman bagi umatku, jika sahabatku telah pergi maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas umatku.

 Diantara sifat mereka yang perlu untuk kita teladani, adalah bagaimana mereka mengesakan Allah dalam hal iman, ibadah, serta dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Kaum muslimin jaman sekarang menganggap telah bertauhid dengan benar, ketika ia telah beribadah sesuai tuntunan rosulullah dan menjauhi berbagai macam bentuk syirik dengan segala macam aplikasinya.

Namun ketika kita menengok kembali lembaran shiroh sahabat Ridhwanullahi ‘alayhim. Mereka tidak sekedar melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan yang diisyaratkan. Tauhid mereka betul-betul tertanam kuat dalam dada sanubari.

Para sahabat Ridhwanullahi ‘alayhim memang bukanlah sekelompok malaikat yang ma’sum/terjaga dari perbuatan dosa. Sebagian mereka juga terjatuh dalam lembah kemaksiatan, bagaimanapun kedalaman ilmu dan arahan yang selalu mereka terima dari manusia paling mulia, namun mereka juga manusia.

Akan tetapi, mereka adalah sesosok gambaran yang tidak ada duanya, jika dibandingkan dengan seorang muslim zaman sekarang. Sebuah kisah yang mungkin telah banyak kali terulang di telinga. Seorang wanita (sahabiyah) pernah mengadukan diri kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bahwa ia telah berzina, dan bersiap untuk menerima hukuman rajam sebagai konsekuensi dari perbuatannya. Namun Rasulullah  shallallahu ‘alayhi wa sallam menangguhkan hukumannya sampai ia melahirkan anak yang dikandung. Setelah itu, wanita tersebut mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam membawa bayi dalam dekapannya, namun Rasul shallallahu ‘alayhi wa sallam menyuruhnya untuk menyapih bayinya sampai bisa makan sendiri. Maka saat itupun tiba juga, dengan membawa seorang bocah yang sedang makan sesuatu dari tangannya. Hukuman rajam akhirnya dilaksanakan. Kalau dipikir, bisa saja wanita itu menutupi aibnya plus tanpa menerima hukuman. Dan ketika masa penangguhan yang lama itu, bisa saja ia pindah ketempat yang jauh sehingga terbebas dari hukuman, toh ia bukan dari pihak yang dituntut.

Sekali lagi mereka adalah manusia biasa yang bisa saja terjerumus dalam kesalahan, bahkan dalam dosa besar sekalipun.  Namun, rasa sesal dalam dada mereka sangat mendalam menusuk sukma. Rasa sesal yang membatin tidak akan lepas dari dadanya dengan sekedar memohon ampun. Mereka selalu khawatir ketika ibadah dan taubatnya tidak diterima oleh Allah.

Diantara aplikasi tauhid yang telah diabaikan oleh banyak orang adalah mengesakan Allah dengan mengenal-Nya melalui asma/nama-nama yang disebutkan dalam firman-Nya. Tidak hanya mengenal kemudian menghafal sampai mengetahui arti dari nama-nama tersebut. Juga perlu memahami makna yang terkandung pada setiap nama yang memerlukan pengaplikasian.

Misalnya, diantara nama Allah adalah al-Bashir (Maha Melihat). Setelah mengetahui artinya, kita harus merenung sejenak memikirkan, ketika Allah maha melihat segala yang jelas maupun yang tersembunyi, masihkah kita mau melakukan hal yang Ia murkai ? atau ketika kita terpaksa terjerumus dalam lembah maksiat, apakah masih ada rasa malu ketika dipandang oleh Allah sebagai pelaku maksiat yang berlumur dosa yang masih saja menerima rezki dari-Nya ? masih adakah rasa sesal yang membebani batin ketika membayangkan hari dimana kita dimintai pertanggungjawaban ?
Kutunggu jawabanmu .!!!

Islamic university of medina nabawiyyah
Kamis, 7 shafar 1434 H/ 20 desember 2012 M